TAPIN, borneoinfonews.com – Di tepian Sungai Puting, Desa Sungai Puting, Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin, terdapat denyut ekonomi yang selama bertahun-tahun menjadi penopang hidup ratusan keluarga aktivitas tambat kapal. Namun kini, denyut itu terhenti. Warga hanya bisa berharap kegiatan tersebut kembali diizinkan agar kehidupan mereka tak kian sulit.
Kegiatan tambat kapal di Sungai Puting sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Dalam sistem kerja yang diterapkan, setiap hari ada 13 orang pekerja yang bertugas mengatur dan menjaga kapal tongkang yang bersandar di sungai.
Area kosong tambatan yang dikelola masyarakat, membentang sepanjang sekitar 1 kilometer, mulai dari stok file Antang Gunung Meratus (AGM) hingga Tapin Coal Terminal (TCT), dan dapat menampung hingga delapan kapal tongkang sekaligus.

Sistem Bergiliran dan Gotong Royong
Menurut Jaini, perwakilan masyarakat tambat kapal, kegiatan ini dikelola secara bergotong royong. Sistem kerja dilakukan bergiliran selama 71 hari, sehingga setiap warga mendapat kesempatan bekerja secara adil.
Mereka yang mendapat giliran menerima imbalan antara Rp300.000 hingga Rp500.000, tergantung jumlah kapal yang bersandar pada hari tersebut. Pembayaran dilakukan baik secara tunai maupun dalam bentuk minyak solar, yang kemudian dijual warga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Kami 13 orang per hari, nanti berganti terus selama 71 hari. Jadi semua warga kebagian giliran kerja,” ujar Jaini.
Ratusan Warga Terdampak
Masyarakat kelompok tambat kapal di Sungai Puting beranggotakan sekitar 600 orang, tersebar di RT 1 hingga RT 4. Sebagian di antaranya berasal dari Desa Pariok dan Hiyung, karena memiliki lahan di sekitar area tambatan.
“Kalau tambat ini berjalan, hampir seluruh kampung ikut merasakan manfaatnya. Tapi sekarang sudah sepi, banyak warga bingung harus bekerja apa,” tambahnya.

Harapan agar Aktivitas Kembali Diizinkan
Sejak kegiatan tambat berhenti, masyarakat berusaha bertahan dengan pekerjaan serabutan. Namun pendapatan yang diperoleh jauh dari cukup.
“Tambat kapal ini bukan hanya soal pekerjaan, tapi sudah menjadi bagian dari kehidupan warga Sungai Puting,” ungkap Jaini.
Warga kini menaruh harapan besar agar Gubernur Kalimantan Selatan dapat meninjau langsung dan memberikan solusi, sehingga aktivitas tambat kapal bisa kembali berjalan sebagaimana mestinya.
“Kami hanya ingin kembali bekerja seperti sediakala, tanpa masalah dengan siapa pun,” tutup Jaini.(bin/rasyad)








