TAPIN, borneoinfonews.com – Ratusan warga Desa Sungai Puting, Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, menyuarakan harapan agar Gubernur Kalsel H. Muhidin berkenan memberikan perhatian terhadap kondisi mereka.
Sudah beberapa bulan terakhir, aktivitas tambat kapal di sungai yang menjadi sumber utama penghidupan masyarakat setempat terhenti, meninggalkan keresahan dan kesulitan ekonomi yang kian terasa.
Selama lebih dari satu dekade, kegiatan tambat kapal di Sungai Puting menjadi tumpuan hidup sebagian besar warga. Sekitar 80 persen masyarakat bergantung pada jasa tambat atau “parkir” kapal tongkang yang melintas di sungai, di samping bertani dan mencari kayu galam sebagai pekerjaan tambahan.
Namun, sejak sekitar empat bulan terakhir, kegiatan itu mendadak berhenti. Menurut warga, terhentinya aktivitas tambat diduga karena adanya pihak lain yang kini menguasai area tersebut dan tidak lagi mengizinkan warga beroperasi seperti biasa.
“Selama ini warga menggantungkan hidup dari tambat kapal. Tapi sekarang aktivitas itu berhenti karena ada pihak lain yang melarang kami menambat di sana,” tutur Jaini (34), warga RT 02 Desa Sungai Puting, Rabu (22/10/2025).

Harapan Langsung kepada Gubernur
Dari informasi yang beredar di masyarakat, lahan di sekitar kawasan tambatan disebut-sebut merupakan milik Gubernur Kalimantan Selatan H. Muhidin.
“Kalau memang benar milik beliau, kami sangat berharap ada kebijakan dan perhatian, supaya masyarakat bisa kembali bekerja seperti dulu,” harap Jaini.
Upaya menyampaikan aspirasi ini sebenarnya sudah dilakukan. Jaini bersama sejumlah warga telah mendatangi kantor bupati, rumah dinas wakil gubernur, hingga kediaman pribadi Gubernur Kalsel, namun hingga kini belum berkesempatan bertemu langsung.
“Kami sudah mencoba menemui beliau-beliau, tetapi waktu itu sedang berada di luar kota. Karena itu, kami berharap suara kami bisa sampai melalui media ini,” ujarnya.

Ekonomi Warga Terpuruk
Sejak tambat kapal berhenti beroperasi, banyak warga kehilangan sumber pendapatan. Sebagian mencoba kembali bertani atau mencari kayu galam, sebagian buruh sawit namun hasilnya jauh dari cukup.
“Kami tidak menuntut apa-apa, hanya ingin bisa bekerja lagi seperti dulu. Dari tambat inilah kami bisa menyekolahkan anak dan menghidupi keluarga,” ungkap Jaini.
Masyarakat Sungai Puting berharap agar Gubernur dan pejabat terkait dapat memberikan solusi yang memungkinkan mereka kembali beraktivitas tanpa harus bersinggungan dengan pihak mana pun.
“Harapan kami sederhana saja, kiranya Bapak Gubernur berkenan memberi kebijakan agar kami bisa menambat lagi. Ini adalah penghidupan utama bagi kami,” pungkasnya.
(bin/rasyad)








